aini firdaus. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Review Buku:Musashi (1)


(Posting tulisan lama... 10 April 2008)

Aku lagi baca Musashi nih. Aku tau aku telat baca nya. Buku Eiji Yoshikawa ini udah terbit sejak tahun 2001. Cetakan terbaru (keempat) tahun 2005. Dan sekarang udah tahun 2008. Jadi mungkin bagi yang udah baca lama, akan terasa ‘basi’ baca komentar-komentarku tentang buku ini. Tapi ya mau gimana lagi, emang aku baru dapat kesempatan itu
saat ini. Sebenarnya aku dah lama cari buku ini tapi kemarin-kemarin selalu tidak beruntung. Dan mungkin juga karena saat ini memang saat yang tepat bagiku untuk membacanya dan mengambil pelajaran darinya. Buku ini bercerita tentang MUSHASHI, seorang pemuda dari desa Miyamoto yang mencari kebenaran dengan jalan pedang. Kalau ada orang yang memilih mencari kesejatian hidup dengan menjadi seniman, akademisi, ustadz, maka si TAKEZO (nama kecil Musashi) memilih jalan pedang. Awalnya aku juga agak heran, kok jalan pedang sih? Bukannya jalan pedang itu berarti berkelahi dan membunuh? Masak bisa menemukan nilai-nilai spiritual dari jalan itu?
Awal-awal cerita rasanya merinding juga, kok tega banget sih si Takezo ini. Sabet sana sabet sini,
potong kepala, membelah tubuh, mengiris telinga, dan memotong tangan kok kayak koki lagi masak daging. Gampang banget gitu. Memang sih selalu ada alas an dia membunuh (artinya dia gak membunuh jika tidak diganggu lebih dulu), tapi kok ya alasannya itu terkadang sepele banget atau terkadang karena si Musashi sendiri yang berada dalam situasi yang tidak pas.

Intermezzo: oh ya
buku ini tebalnya 1238 halaman dan terbagi menjadi 7 bagian (sebetulnya ini versi komplit dari 7 buku yang diterbitkan secara terpisah). 7 buku itu adalah: 1) Tanah, 2) Air, 3) Api, 4) Angin, 5) Langit, 6)Matahari dan Bulan, 7) Cahaya Sempurna Di bagian akhir buku 1, mulai terjawab deh pertanyaan-pertanyaanku. Kenapa si Takezo itu kok seperti tidak punya rasa belas kasihan. Juga bagaimana dia mulai mendapat pencerahan dari Takuan Soho (seorang pendeta penganut aliran Zen). Hingga lahirlah Miyamoto Musashi yang bertekad menjadi manusia yang lebih baik.

Aku gak akan bercerita setiap bagian dari buku ini. Aku hanya ingin berbagi tentang hal-hal yang menurutku sangat menarik dari buku ini. Aku mulai benar-benar terpikat ketika memasuki buku 2,
dimana Mushasi banyak menemukan hal-hal penting yang –kemudian- membantunya untuk memahami hakikat dari jalan pedang. “Aku ingin menempuh hidup yang berarti. Aku mau menempuhnya, karena aku lahir sebagai manusia “ (hal. 175 dalam bab: Berhadapan dan Mundur).

Sosok Sekhisusai dari tanah perdikan Koyagyu memberikan pelajaran berharga tentang inti Seni Perang yaitu pengendallian diri. Bagaimana Sekhisusai memilih untuk ‘meninggalkan’ dunia yang hingar bingar dan memilih tinggal di tempat terpercil, menyibukkan diri dengan upacara minum the, menulis puisi dan sajak, mendengar seruling dan mengatur bunga di jambangan meninggalkan kesan mendalam bagiku. Sungguh luar biasa ketika seseorang telah menguasai suatu ilmu dengan baik.
Kegiatan yang kelihatannya sepele, seperti memotong bunga untuk di atur dalam vas, menjadi sesuatu yang tidak biasa. Dan hanya orang yang luar biasa juga yang bisa menangkap keistimewaa dari sebuah aktivitas yang terlihat sepele itu. Kejelian Musashi menangkap keliahaian Sekishusai menggunakan pedang melalui potongan bunga peoni itu bisa menjadi contoh.

Ia menjulurkan tangan, memungut mangkuk dengan penuh cinta
dan meletakkannya di atas lutut. Matanya bercahaya ketika mengamati. Terasa
olehnya kegembiraan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Diperhatikannya
dasar mangkuk itu, demikian juga jejak-jejak kape tukang tembikar, dan sadarlah
ia bahwa garis-garis itu menunjukkan ketajaman yang sama dengan irisan yang dilakukan Sekishusai
pada batang bunga peoni. Mangkuk bersaha inipun hasil karya seorang jenius.
Mangkuk ini mengungkapkan sentuhan semangat dan wawasan yang misterius.

……..
.Musashi kagum mendengar Koetsu dapat membuat keramik
sendiri. Tapi yang lebih mengesankan daripada luasnya kecakapan artistic orang
itu adalah kedalaman nilai manusia yang tersembunyi dalam mangkuk the yang
kelihatannya sederhana ini. Agak terganggu juga ia oleh kedalaman sumber
spiritual Koetsu. Karena terbiasa mengukur orang lain dengan kemampuan
menggunakan pedang, tiba-tiba ia menyimpulkan bahwa kemampuan dirinya begitu
kecil. Pikiran ini membuatnya merasa hina…..  (hal 505 dalam bab: Manusia Seba Bisa)


Dua paragraf itu hanya sebagian kecil yang menceritakan pertemuan Musashi dengan Koetsu, seorang seniman. Dia bisa membuat tembikar, ahli melukis, juga hidup dengan ritual minum teh. Sifatnya lembut dan sangat dalam memaknai hidup. Dia mengikuti profesi turun temurn dari leluhurnya yaitu
menggosok pedang para bangsawan.

Tau nggak apa yang kurasakan ketika sampai pada bab ini?
Betapa luar biasa-nya nilai-nilai spiritual yang dimiliki oleh orang-orang ini. Mengendalikan diri, menundukkan sifat merusak dalam diri sendiri, bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu dan tidak pernah melakukan sesuatu kecuali dengan tujuan yang jelas. Bahwa sesuatu itu adalah bagian dari
perjalanan hidup menuju kesejatian. Manusia itu apa sih? Dia seringkali sombong, merasa lebih
dari semua yang ada di bumi ini, dia ingin selalu menjadi yang utama, selalu ingin dianggap baik oleh orang lain, tidak mau jujur mengakui kesalahan. Sungguh bagiku menjadi sangat penting untuk bersikap jujur dan adil sejak dalam pikiran.
Jadi ingat kata-katanya Mingke dalam Tetralogi Pramoedya Ananta Toer -nya:kita harus adil sejak dalam pikiran.

Mari sama-sama tengok dalam sanubari kita, betapa banyak hari-hari yang kita lalui berisi pikiran-pikiran: ‘Ah, siapa sih dia’, ‘Aku masih lebih baik dari dia’, ‘kok dia begini sih, padahal…masih mending aku,…aku nih…dst

Pelajaran penting yang kudapat sampai saat ini adalah kenali diri dan didik diri sendiri untuk menjadi manusia yang sejati.  Sungguh-sungguh, disiplin, tidak tergantung pada manusia, dan yang
paling penting meniatkan diri untuk berproses menjadi manusia sejati seperti yang dikehendaki Dia yang menciptakanku.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Bab yg sama yg selalu saya ingat

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini