aini firdaus. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Anugerah dan Pengorbanan

Tahun ini, keluarga kecil kami menerima 2 anugerah besar dari Allah Swt.
Pertama, kehadiran Lili kecil pada 27 Juli lalu setelah 6,5 tahun menunggu :) Sungguh tidak pernah kecewa berharap dan berdoa pada Allah. Dia akan mengabulkan dan memberinya pada saat yang tepat. Lili kecil hadir di hari terakhir bulan Ramadhan 1435 H. Menjelang adzan Magrib, suara tangisnya melengking merdu. Memupus kesakitan yang menghebat selepas shalat Dhuhur. Kebahagiaan makin lengkap dengan keberadaan suami yang tidak beranjak dari sisiku, menemani saat-saat penting menjelang hadirnya buah hati kedua kami.

Liliana Azimah Rahman. Banyak yang bertanya, kenapa Liliana? Seperti nama China saja :) Mas Sigit terinspirasi dari nama istri ulama favoritnya -Syekh Hamza Yusuf- bernama Liliana Hanson. Selain itu Liliana berarti murni, bersih dan cantik. Sebagaimana harapan kami agar Lili kecil senantiasa memiliki jiwa yang murni, bersih dan cantik. Meski di awal pertumbuhannya dia akan tinggal di negeri yang kata orang bisa membawa 'racun'.

Old Dominion University, sumber ww2.odu.edu
Negeri 'racun' apa? Nah, ini berkaitan dengan anugerah kedua yang akan kubicarakan, yakni
Kesempatan dari Allah untuk menuntut ilmu di negeri Paman Sam. Alhamdulillah Mas Sigit mendapat beasiswa Fulbright dan akan menuntut ilmu di Old Dominion University, Norfolk, Virginia. Hari ini, Rabu, 20 Agustus 2014 dia akan berangkat ke sana. Dan itu artinya untuk sementara kami akan berpisah. Aku bersama Sofie dan Lili di Banyuwangi dan ayah di Norfolk. Tentunya ini bukan hal mudah. Seperti mengulang lagi episode 2009-2010 saat aku dan Sofie di  Jakarta dan ayah di Groningen, Belanda. Mungkin bagi yang tidak menjalani akan mudah saja mengatakan, "Ah, cuma pisah sebentar."  Namun bagi kami yang semenjak akad nikah langsung tinggal berdua dan jauh dari saudara, perpisahan atau tinggal berjarak selalu membuat lara hati.

Masih jelas tergambar saat hanya berdua dengan Sofie di Jakarta, terasa sekali sepinya rumah (dan hati). Kadang-kadang saat makan tiba-tiba mengalir air mata. Jangan tanya gimana rasanya saat di rumah hanya berdua dengan buah hati yang sedang sakit dan suami jauh di seberang sana. Tapi alhamdulillah, kami dapa melaluinya dan akhirnya bisa berkumpul kembali.

Kalau dipikir-pikir memang semua kenikmatan yang diberikan Allah selalu seiring dengan pengorbanan. Kelahiran bayi misalnya. Betapa setiap pasangan yang sudah menikah pasti mendambakan buah hati. Dan betapa bahagianya saat suatu pagi hasil tes pack berupa 2 garis alias positif. Namun hari-hari setelah itu? Mual-mual, pusing, lemas, tidak doyan makan, muntah-muntah. Bahkan bagi sebagian perempuan keluhan itu masih terus terasa lebih dari 3 bulan. Belum lagi kesakitan menjelang melahirkan. Mules tak tertahankan, kulit yang seperti ditarik paksa, nyeri, perih tidak tergambarkan  lagi.

Namun saat akhirnya bayi mungil itu keluar bersama dengan banjir air ketuban, menyusul plasenta, lalu tubuh mungil itu ditempelkan ke dada kita, melihatnya merayap, dengan mata yang masih terpejam, mendengar tangisnya, Masya Allah semua kesakitan yang terasa sebelum melahirkan tadi seakan sirna. Berganti dengan gelombang kebahagiaan dan cinta pada si mungil yang masih merah itu.

Begitu juga kebahagiaan saat mendapat kesempatan menuntut ilmu di belahan bumi lain. Terbayang akan tempat tinggal baru dengan lingkungan dan komunitas yang pasti sangat berbeda dengan yang kami tempati di sini. Bagiku itu semua  menawarkan tantangan dan pengalaman baru. Apakah pasti mudah dan menyenangkan? Belum tentu. Perpisahan di awal, yang justru harus dihadapi dan dijalani dengan lapang dada. Kemungkinan hidup pas-pas an, itu yang terbayang di hadapan mata. Adaptasi dengan lingkungan yang berbeda, jelas akan menghadang.

Ya begitulah tidak ada kebahagiaan yang tanpa pengorbanan meraihnya. Jika ingin bahagia, ya harus siap berkorban. Alhamdulillah, sebuah nikmat yang tak terkira bagi Muslim seperti kita, berupa keyakinan akan keberadaan Allah. Dengan mengimani Allah, kita tidak akan merasa sendiri saat menghadapi fase-fase berat dalam hidup. Bersandar dan memohon pertolongan-Nya, menjadi 2 senjata utama. Tidak pernah sia-sia dan merugi, mereka yang hanya bersandar pada-Nya..

Banyuwangi, 20 Agustus 2014 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini