aini firdaus. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Dewi Utama Faizah; Membangun Mimpi dari Kampung Rama-rama


sumber:ummi-online.com

 “Ibu, bagaimana kami bisa berkreasi dalam mengajar, jika kami hanya dituntut meluluskan anak 100% dalam Ujian Nasional (UN)? Apa yang harus kami lakukan?”

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu kerap diterima Dewi Utama Faizah dari para guru. Kebijakan pendidikan yang dibuat Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), menurutnya, banyak yang baik. Hanya, filosofinya kurang dipahami sehingga hasilnya jauh dari nilai kebajikan dan keindahan hidup.
Di tengah kondisi ini, tak sedikit pihak yang mendukung Dewi untuk mengembalikan hakikat pendidikan. Bahwa pendidikan itu harus berawal dari ranah domestik agar cita-cita kemanusiaan melalui kegiatan yang bermanfaat dapat terpakai dalam kehidupan sehari-hari.
Hakikat pendidikan itu, kata Dewi, sangat sederhana; mewujudkan manusia yang mampu berkreativitas di berbagai bentuk lapangan penghidupan. Jadi, tak sekadar menghasilkan tenaga kerja usai menempuh pendidikan, seperti yang selama ini terjadi.
Anni Iwasaki, dari Pusat Studi Jepang Untuk Kemajuan Indonesia, yang juga sahabat Dewi, termasuk yang mendukungnya. ”Kita butuh orang seperti Ibu di Kemdiknas,” kata Anni.

Jepang yang Penuh Inspirasi
Pada 1991, Dewi memperoleh beasiswa Monbusho dari pemerintah Jepang untuk melanjutkan kuliah di Miyagi University of Education.
Sepulang dari sana, Dewi merasa mendapat pencerahan, khususnya tentang pendidikan anak usia dini dengan dasar kecintaan pada alam.
Memang, kita sudah punya banyak sekolah alam. Tapi, kata Dewi, kita dangkal dalam memahami sesuatu. Ketika muncul tren kembali ke alam, semua berlomba-lomba ikut.
”Termasuk sekolah alam, ada di mana-mana. Tapi filosofi kesemestaannya kurang dipahami. Jadi semacam gaya hidup artifisial saja, tidak melihat isyarat yang tersirat di balik itu semua,” urainya.
Bandingkan dengan masyarakat Jepang. Salah satu contoh kecintaan mereka kepada alam, ungkapnya, tercermin dalam syair berikut.

matahari adalah mata penglihatan kita
langit biru adalah hati sanubari kita
angin adalah nafas kehidupan kita
laut dan gunung adalah tubuh kita yang terbentang.

Gunung diibaratkan sebagai kekasihnya laut. Kalau gunung rusak, laut akan sedih. Karena plankton, makanan ikan, berasal dari kehidupan gunung yang subur. Di mana saja orang Jepang berada, mereka memegang filosofi mori wa umi no koibito ini.
Makanya, pulang dari Jepang Dewi langsung mengambil cuti dua minggu untuk pulang kampung ke Sumatera Barat, membawa buah hati melihat padi. “Anak-anakku, ayo kita lihat 'pohon nasi',” ajak Dewi pada tiga anaknya yang pernah menanyakan seperti apa pohon yang menghasilkan nasi yang disantap setiap hari itu.

Belajar dari Laboratorium Alam
Anda pernah melihat tulisan ‘dilarang kencing di sini', atau 'yang kencing di sini adalah (nama hewan)’? Dewi mempertanyakan kenapa tulisan semacam itu harus ada. “Hal ini menunjukkan ada yang salah dalam kehidupan kita,” ujar doktor Pendidikan Usia Dini lulusan Universitas Negeri Jakarta ini.
Menjadikan anak-anak kita bersih dan sehat, tambahnya, ternyata tidak dianggap penting seperti halnya membaca, menulis, dan berhitung (calistung) dalam proses pendidikan kita.
Anak-anak djejali berbagai pengetahuan akademik dan hafalan, namun mengabaikan kehidupan pribadi sebagai anak manusia. ”Masa program cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir saja masih menjadi program pemerintah?” ungkapnya.
Dewi pun mengajak kita merenungi Seed Philosophy, bahwa segala sesuatu berawal dari biji atau benih. Makanan lezat, serat indah dan bahan bakar yang bermanfaat itu semua berasal dari biji. Aneka biji itu menjadi bagian penting sepanjang kehidupan makhluk di dunia ini. Anak-anak harus diberi pemahaman mengenai hal ini!
"Menghadirkan lingkungan alamiah yang dekat dengan anak, membuat mereka akan belajar menjadi bagian dari alam. Dengan memahami hal ini, insya Allah mereka akan menjadi khalifah bagi semesta,” urainya.

Kebijakan Zona Merah, Oranye, Hijau
Tiap kali menjadi pemateri seminar atau workshop, peraih Kehati Award 2002 ini selalu menyerukan para perempuan agar kembali pada perannya sebagai ibu kehidupan di ranah domestik. Mustahil, katanya, melahirkan anak-anak yang sehat, baik dan hebat dengan menyerahkan pengasuhan anak sepenuhnya ke pembantu atau babysitter.
Lalu bagaimana jika dengan suatu alasan sang ibu memilih untuk bekerja? Menurut  Dewi, kita harus adil menilai, apa kondisi yang membuat seorang ibu harus bekerja. Di kantornya yang kebanyakan stafnya adalah perempuan, Dewi menyosialisasikan kebijakan zona merah, oranye, dan hijau. Apa itu?
“Untuk ibu muda yang memiliki bayi dan balita, mereka berada di zona merah. Artinya tanda kritis, sewaktu-waktu ada masalah dengan balitanya, mereka diberi keistimewaan,” terangnya.
Demikian juga orangtua yang memiliki remaja. Mereka berada di zona oranye, yang berarti ada kelonggaran tetapi kondisinya tidak sekritis yang berada di zona merah. Sementara staf usia di atas 50 tahun, mereka berada di zona hijau sebagai ibu kehidupan. Mereka dalam posisi yang matang, siap berbagi pengalaman dan kebajikan kepada rekan yang masih muda, dan siap membantu tugas ibu-ibu manusia muda yang berada di zona merah dan oranye itu.Penerapan hal ini merupakan wujud untuk melahirkan ”ibu-ibu pendidik” dari staf perempuan yang bekerja.

Pekerjaan Sejak Kecil
Masa kecil Dewi penuh dengan kebahagiaan. Salah satu pengalaman yang masih ia kenang adalah saat ia beserta adik-adik dan teman-temannya membuat ”bioskop” di kandang di bawah rumah gadang seusai mengaji.
Berbekal lampu minyak dan layar dari kain putih--pembatas shaf shalat yang diambil tanpa ijin pengurus masjid—bioskop mini digelar. Para penonton harus membayar dengan karet gelang. Esoknya, karet-karet gelang yang terkumpul itu dijalin hingga menjadi seperti tali. ”Itu untuk bermain tali merdeka,” ujar Dewi.
Mereka menonton film di antara bebek, kambing, dan ayam yang sedang tidur. Dewi dan teman-temannya juga membuat cerita dengan tokoh boneka yang terbuat dari tangkai daun singkong yang digerak-gerakkan. Penonton riuh bertepuk tangan sehingga membangunkan seisi kandang.
"Keluar dari kandang itu, muka kami celemotan penuh jelaga dan segala macam bau yang melekat di badan. Tapi kami senang sekali,” ungkapnya sembari tersenyum.
Bagi Dewi, permainan adalah arena unjuk kerja dan karya, belajar gagal dan merasakan sebuah proses kehidupan. ”Ketika kita dewasa justru permainan-permainan di masa kanak-kanak itulah yang menjadi spirit kita meretas karir dan menyelamatkan hidup kita,” paparnya.
Ia merefleksikan dirinya sendiri. Konsep pendidikan usia dini yang saat ini getol ia sampaikan ke sana-sini adalah dengan mengangkat permainan tradisional berbagai suku di Indonesia.  Dari bermain di sawah, dengan angin, air hujan, rerumputan, rama-rama dan capung, ia belajar membuhul cintanya pada Allah yang Maha Indah.

Kampung Rama-rama
Dewi juga terinspirasi dari almarhum ibunda dan neneknya. Dua perempuan hebat itu memberantas buta huruf di desanya di Padang dengan cara amat sederhana dan tanpa dana sesen pun.
Kini, peraih Piagam Satyalancana Karya Satya 2007 ini ingin melanjutkan perjuangan ibundanya dengan membangun sekolah. Bersama Yayasan Jembatan Pekerti yang dibinanya, Juni ini ia membuka TK Pedesaan Kampung Rama-rama di Cibubur, Jakarta. Sebagian dana berasal dari bantuan pemerintah, dan sumbangan sahabat-sahabatnya.
Di atas tanah wakaf seluas 500 meter, Dewi membangun mimpinya. Mengajarkan anak mampu mandiri–bisa memenuhi kebutuhan pribadinya, seperti toiletingbermain, berteman banyak, mewujudkan kecakapan sosial untuk berbagi dan peduli.
Anak-anak berkebutuhan khusus juga mendapat tempat di hatinya dan mesti hadir di sekolah itu. Dewi berharap ada generasi yang peduli kepada sesama dan lingkungannya serta mampu hidup bahagia di semesta alam secara inklusif, bukan eksklusif.
Rama-rama berarti kupu-kupu. Proses menjadi rama-rama membutuhkan rentang masa yang tak sedikit. Bagi Dewi, anak-anak ibarat ulat-ulat yang unik dan rakus melahap apa saja. Keingintahuan mereka tinggi. Ia berharap, orangtua tidak tergoda untuk mengambil langkah instan menggegas ulat-ulat lucu itu menjadi kupu-kupu.
Seekor rama-rama adalah penghulu semesta yang mengijabkabulkan segala bentuk tanaman, untuk kelangsungan hidup seluruh alam. Indah bukan? Aini Firdaus



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hidup Tanpa TV

sumber:elitefiteducation.blogspot
Sejak menikah kami memutuskan untuk tidak memiliki televisi. Seorang teman menganggap pilihan itu terlalu ekstrim karena menurutnya masih banyak hal positif yang bisa kita ambil dari kotak ajaib itu. Memang benar, ada tayangan-tayangan yang bagus dan mendidik seperti Kick Andy, Mata Najwa, acara-acara tentang perjalanan dan budaya serta film-film kartun yang edukatif. Apalagi di bulan ramadhan, serial Para Pencari Tuhan dan Tafsir yang disampaikan oleh Quray Shihab layak dimasukkan dalam kelompok tayangan yang mendidik. Apalagi temanku itu berlangganan program televis yang menurutnya bagus-bagus, semacam Disney Channel dan National Geographic.

Namun, keputusan kami untuk tidak memiliki televisi bukan semata karena tayangan yang ada di sana. Tapi karena kami ingin benar-benar memilih apa-apa yang akan menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian hidup. Memangnya ada apa dengan televisi? Mungkin tak banyak yang menyadari bahwa televisi kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan hampir semua orang.

Bayangkan ilustasi ini, pagi-pagi saat Anda bangun tidur, apa yang pertama Anda sentuh? Kalau tidak gadget (handphone--> BB atau android, atau IPad) ya kemungkinan besar, televisi. Sambil memasak, "Ah, puter tivi, siapa tahu ada berita menarik sambil buat ngame-ngramein aja" (bagi yang tinggal sendiri di rumah). Saat pulang dari mana saja dan masuk rumah, langsung cari remote dan memencet tombol on, sambil tetap konsnetrasi pada handphone. Di malam hari saat harus lembur karena ada pekerjaan di rumah, puter televisi untuk menemani karena anggota keluarga yang lain sudah pada tidur. Apalagi saat ramadhan, biar bisa bangun sahur, puter tivi yang acaranya paling seru. Biar enggak ngantuk! Kalau Anda punya anak dan berlangganan chanel anak, puterin aja biar anak enggak rewel, toh, hampir semua acaranya bagus.

Coba hitung, berapa banyak waktu kita yang habis di depan televisi? Berapa banyak suara berupa dialog, lagu, iklan dan segala macam yang keluar dari televisi dan kita ijinkan masuk dalam pikiran dan mungkin hati kita. dan itu seringkali terjadi tanpa 'sengaja' (atau lebih tepatnya karena kita tidak sadar). Buktinya berapa banyak orangtua yang kaget saat tiba-tiba si kecil bersenandung "iwak peyek nasi jagung" atau "dimana..dimana ..dimana" atau "cinta satu malam". Nggak ada yang mengajari mereka tapi setiap hari senandung itu muncul di iklan, setiap jeda beberapa menit. dan sesuatu yang sering diulang, terus menerus kita dengar, akan mengendap dalam pikiran kita dan suatu saat akan muncul dalam ungkapan atau bahkan perilaku.

Betapa banyak orang yang jadi ketakutan belanja di pasar tradisional karena melihat tayangan investigasi. Tahu berformalin, otak-otak beracun, gorengan yang digoreng bareng plastik, segala makanan yang dikasih pewarna kain dan lain -lain. Televisi mengajari kita untuk paranoid. Berapa banyak anak muda yang jadi terbiasa bercelana pendek karena mengikuti idola mereka cherrybelle dan SNSD di televisi. Dan masih banyak lagi hal kurang positif yang terjadi karena televisi sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup kita.

Dengan tak memiliki televisi, minimal di waktu-waktu luang kita bisa bercanda bersama keluarga. Main gelitik-gelitik-an. Kejar-kejaran sama anak yang masih kecil, membaca buku, dan hal lain yang mungkin kita akan malas melakukannya kalau ada televisi.Dan jangan khawatir akan ketinggalan berita jika tak punya televisi. Apalagi sekarang kan ada smartphone, tinggal klik www.kompas.com atau detik.com kita akan langsung tahu berita-berita terbaru. Apalagi kalau Anda punya akun twitter. Biasanya sebelum televisi menayangkan, berita di twitter sudah lebih dahulu rame.

Bagaimana dengan acara-acara yang bagus seperti Kick Andy? Tenang saja, apa, sih yang tidak bisa kita cari di youtube. Tinggal download dan simpan di komputer, bisa ditonton kapan-kapan pas punya waktu senggang. Demikian juga kalau anak mau nonton film kartun, tinggal cari di internet, download, kita tonton dulu untuk menyensor misal ada muatan yang tidak bagus buat anak. Baru kita ijinkan anak untuk menontonnya. Lebih praktis dan aman.

Jaman semakin maju, menawarkan segala fasilitas dan kemudahan bagi kita. Sekaligus 'mencengkeram' dan membuat kita seakan tak bisa hidup jika tanpa fasilitas itu. Hati-hati dengan pengaruh televisi, sama juga kita harus waspada dengan internet dan semua fasilitas yang ditawarkan smartphone. Kalau bukan kita yang menjadi pengendali, kita yang akan dikendalikan mereka.

Jadi, ini pilihan kami untuk hidup tanpa televisi. Bagaimana dengan Anda?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Selamat Memilih

Esok hari Pilihan Gubernur Jakarta. Hari yang mendebarkan untuk mereka yang menjadi tim sukses salah satu calon. Hari yang menyenangkan untuk para pekerja yang diliburkan atau minimal diijinkan berangkat siang ke kantor. Dan tentu hari yang sibuk bagi para panitia dan saksi perhelatan yang sudah ditunggu-tunggu sekian lama.

Beberapa pekan (atau bulan) terakhir, facebook dan twitter, dipenuhi berita salah satu atau lebih dari  enam calon gubernur. Tak sedikit yang menampilkan link berisi calon yang diunggulkan atau berita melemahkan si lawan. Terkadang berita-berita itu sangat menyakitkan dan menyudutkan si calon dan pendukung lawan. Itu dianggap wajar bagi pendukung salah satu calon dengan alasan ingin menyelamatkan para pemilih dari informasi menyesatkan si lawan.

Bagaimana kita harus menyikapi hal ini? Menurutku, ya, seharusnya biasa-biasa saja. Bagiku yang tidak memiliki KTP Jakarta dan tidak terlibat dalam tim kampanye salah satu calon, ini pembelajaran buat kita semua. Bahwa ketika kita ingin mengajukan seorang calon, menurutku, sih, akan lebih baik jika tidak dibarengi dengan menjelek-jelekkan calon lain. Bahwa kita ingin mengunggulkan jago kita, itu wajar dan silakan saja. Bahwa kita akan melakukan persuasi sekuat mungkin agar orang terpengaruh dan ikut pilihan kita, itu memang tugas tim pendukung. Tapi sekali lagi, sepertinya tidak ahsan atau kurang baik jika cara yang dipilih adalah dengan menjatuhkan pihak lain.

Tidak bisakah kita kampanye dengan tidak melakukan hal-hal itu? Bisa menurutku, tapi memang butuh kejernihan dan kebesaran hati. Apakah ini hanya utopia belaka? Tidak juga, menurutku. Karena justru rakyat menunggu dan rindu orang-orang yang jujur dan tidak menghalalkan segala cara dalam mencapai sesuatu.

jadi, selamat memilih, bagi yang memiliki hak pilih. Aku berdoa, Semoga Allah memberikan pemimpin yang terbaik dan amanah untuk Jakarta. Setelah pilgub jangan lagi bertikai, ya, para tim pendukung ! ^_^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cerita Sofie



Pada suatau malam, 
Sofie: Aku anak gajah yang jadi dinosaurus terex yang paling besar. Aku sedang bertelur Auww... Gigiku tajam...
Ayah: coba mana giginya?

Sofie: Auww....(sambil meringis menunjukkan giginya)
Ayah: Sudah sikat gigi belum?

Sofie: Ayah gajah, kan, dinosaurus itu, kan, galak. Kalau dia sikat gigi terus orangnya dimakan gimana hayo..
Ayah: oh iya, ya

Sofie: Terus sekarang anak dinosaurus jadi anak kanguru terus jd anak harimau anak singa. Ayah gajah, kalau anak kanguru makannya apa?
Ayah: Apa ya,tanya ibu..
Ibu: Rumput kali ya?

Sofie: Kalau anak harimau makannya apa?
Ayah: Daging


Sofie: Daging apa?
Ayah: Daging zebra, banteng, rusa

Sofie: Tapi harimau sukanya daging burung
Ayah: Tapi bagaimana nangkap burungnya?
Sofie: Sambil loncat begini (menirukan harimau yang meloncat)

Sofie: Ayah gajah, ini anak singa sedang mengejar-ngejar zebra
Ayah: Mbok jadi anak nyamuk saja

Sofie: Tapi aku, kan, enggak bisa terbang
Ibu: Ya udah jadi anak lebah saja

Sofie: Anak gajah enggak suka lebah 
Ibu: Kenapa?

Sofie:Karena aku terbang, jatuh terus. Aku sukanya jadi anak kanguru aja
Ibu: ^_^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Review film: Confession of Shophaholic


 

                Aku bukan penggila belanja  apalagi pemerhati mode. Aku tidak membaca majalah fashion dan enggak ngerti apa yang lagi tren saat ini. Tapi aku suka banget film ini. Kenapa, ya? Aku selalu menanyakan itu ke diriku sendiri setiap kali selesai nonton film ini. Ya, betul.  Lebih sekali aku nonton film ini ^_^
                Film ini bercerita tentang Rebecca Bloomwood, seorang wartawan yang shophaholic atau gila belanja. Kalau melihat barang di toko, apalagi saat ada diskon, wow... dia langsung ‘demam’. Dan ‘sakit’-nya itu tidak akan sembuh kecuali dia membeli barang yang diinginkannya itu. Sayangnya, dia tidak punya banyak uang jadi dia selalu membeli barang-barang itu dengan kartu kredit. Akibatnya? Bisa diduga, tagihannya membengkak.
                Saat ia sadar bahwa ia nyaris tak mampu mmebayar tagihan itu, dia di-PHK. Kebayang, kan, bagaimana paniknya? Padahal tes wawancaranya dengan majalah mode Alette batal karena posisi di majalah itu telah diisi oleh ‘orang dalam’. Sementara sebelum wawancara ia terlanjur tergoda membeli selendang hijau yang ternyata mengacaukan peluangnya untuk menjadi kolumnis di majalah keuangan Successful Saving.
                Dalam kondis kalut dia mengirimkan sebuah artikel ke Alette dan surat cacian ke Successful Saving yang ternyata tertukar. Kondisi yang tak menguntungkan itu justru berbuah manis dengan diterima Rebecca menjadi kolumnis di Successful Saving. Tak diduga, kolomnya yang berisi pengalaman-pengalaman pribadinya saat ‘sakau’ karena belanja, penyesalan setelah membeli barang-barang tersebut, serta masalah dengan kartu kredit, diterima dengan hangat oleh pembaca. Si penulis, ya menyebut dirinya sebagai Gadis dengan Selendang Hijau, dianggap sebagai seseorang yang sangat memahami pengelolaan keuangan.  
Namun situasi menjadi runyam karena debt collector mulai mengejar-ngejar Rebecca. Posisinya sebagai karyawan yang baru di PHK membuatnya tak bisa membayat cicilan minimal. kartu kredit Dengan berbagai cara Rebecca menghindar si penagih utang, hingga suatu ketika hal itu memuncak. Derek Smeath, si debt Collector membuka rahasia Rebecca, padahal saat itu  ia tengah menjadi pembicara tamu dalam sebuah acara konsultasi keuangan di televisi. Akhirnya ‘kedok’ Rebecca terbuka dan kacaulah semuanya.
Rebecca berada dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Karirnya hancur, kepercayaan pemimpin redaksi yang sekaligus kekasihnya memudar, ia mengecewakan Suze, sahabatnya. Dan ia tidak punya uang untuk membayar tagihan kartu kreditnya. Lalu bagaimana gadis selendang hijau ini menyelesaikan masalahnya, silakan tonton sendiri kelanjutan film ini, ya...
Kembali ke masalah semula, jadi bagian mana yang membuatku suka banget dengan film ini? Setelah kupikir-pikir mungkin karena karakter tokoh utama dalam film ini sangat natural,  yang secara tepat menceritakan sisi perempuan yang suka tampil cantik,  berdandan dan belanja. Lengkap dengan sifatnya yang spontan, slebor dan tanpa perhitungan. Dan, o ya, aku paling suka di bagian akhir film ini, sangat Rebecca akhirnya menemukan solusi untuk membayar utang-utangnya tanpa harus merepotkan orang lain. Juga adegan ketika Rebecca dan Suze berbaikan dan berpelukan , Wow..sangat mengharukan (maaf kalau agak lebay).
Terakhir, dari film ini aku menemukan hikmah, bahwa ketika kita melakukan kesalahan dan semua hal menjadi buruk, ingatlah bahwa itu bukan akhir segalanya. Selalu ada jalan untuk mencari solusi dan memperbaiki keadaan. Mungkin orang tidak akan lupa bahwa kita pernah melakukan kesalahan itu, tapi kejujuran dan kesunggguhan untuk berubah bisa membangkitkan lagi kepercayaan yang sebelumnya hilang. Dan, memang, ujian paling berat adalah konsisten dengan apa yang kita bicarakan, komitmen dengan janji-janji pribadi dan siap menanggung konsekuensi dari dua hal tersebut. Itulah perjuangan yang sejatinya selalu kita temui, setiap hari, di tengah riuhnya kehidupan yang kita  jalani.   
Jadi, selamat menonton ^_^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Apa yang Sebaiknya Ditulis di Blog?

Hari ini aku mendapat komentar dari mengenai tulisan-tulisan di blog ini dari pemilik http://feriawan.wordpress.com. Begini isinya,
"Susah menilai blogmu karena hanya berbicara kamu, pengalamanmu dan keluargamu. Orang yang membaca hanya sebagai penonton atau tetangga saja, kurang melibatkan pembaca sebagai pihak yang 'terlibat' dalam setiap tulisan."
Mas Feri, begitu aku memanggilnya, memang sosok yang suka bicara ceplas ceplos. Tapi dia teman (dan senior) yang baik dan suka berbagi. Lihat saja di blog-nya, dia membuat segala macam program dan dibagikannya gratis..

Namun, bukan dalam rangka memuji mas Feri, aku menulis tema ini. Aku sepenuhnya berterima kasih dengan komentar dan saran tentang blog ini. Namun, aku punya alasan mengapa tulisan-tulisan dalam blog ini seperti 'sekedar' cerita ringan, pengalaman pribadi, bahkan terkesan 'buka-buka' rahasia keluarga.

Aku sendiri penikmat tulisan-tulisan di blog. Link yang aku pasang di samping, punya mbak Agnes http://agnes.ismailfahmi.org, trinity http://naked-traveler.com/ dan Pak Roni Yuzirman bukan sekedar kupasang. Tapi aku benar-benar mengikuti tulisan mereka. Kalau ada update-an dari tulisan Trinity, aku akan membacanya sesegera mungkin. Bahkan aku bisa tertawa-tawa saat membaca tulisan-tulisannya mbak Agnes. Begitu juga catatan-catatan Pak Roni.


Nah, aku sendiri penyuka tulisan pengalaman pribadi yang nyata namun membawa hikmah. Rasanya lebih mudah mengambil hikmah dibanding membaca artikel panjang dan lebar. Bukan berarti tulisan yang berbentuk artikel itu tidak bagus, ya, Mas Feri (^_^) namun bagi penyuka novel sepertiku agak malas membaca artikel yang rumit dan panjang. hehe


Tapi memang semua tergantung selera (si penulis dan pembaca). Aku yakin sebetulnya tak masalah jika kita menulis tentang diri kita, pengalaman pribadi dan keluarga kita asalkan dalam taraf yang wajar, tidak terlalu narsis dan yang justru penting, membawa manfaat buat yang membaca. Dan untuk menulis seperti ini, jelas, butuh "jam terbang".


Satu hal lagi, blog, menurutku sangat merefleksikan si pemilik. Sejak awal, blog populer sebagai diary yang bisa dibaca banyak orang di dunia maya. Terlepas dari apa isi dari sebuah blog, bagiku, blog menjadi sarana yang sangat bagus untuk berlatih menulis. Banyak penulis yang akhirnya bisa bikin buku dari kumpulan tulisannya di blog. Dan cara paling mudah untuk menulis, menceritakan pengalaman pribadi. Bayangkan saja, kita sedang bercerita ke teman atau saudara kita, namun kita tulis. Simple dan gampang. Dari sana kita bisa mengembangkan tulisan dalam berbagai bentuk. 


Jadi begitu teman-teman. Meski belum banyak komen di blog ini, kuharap kalian membaca tulisan-tulisan di sini. Tak apa-apa tidak memberi komentar/saran, yang penting kalian merasa nyaman membaca, terhibur dan semoga..para pembaca mendapat manfaat/hikmah/inspirasi dari blog ini. Hingga tidak memperberat pertanggungjawabanku di akhirat nanti ^_^


Sekian..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini